

Penanaman 100 Juta Pohon pada awal Juni 2025 sebagai langkah konkret untuk merespons tingginya kerusakan lingkungan dan meningkatnya risiko bencana alam. Program ini merupakan bagian dari kebijakan nasional adaptasi dan mitigasi perubahan iklim yang di canangkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) bersama Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).
Lokasi prioritas penanaman meliputi wilayah yang kerap mengalami bencana seperti longsor, banjir, dan kekeringan, termasuk daerah-daerah di Jawa Barat, Sumatera Barat, Sulawesi Selatan, dan Nusa Tenggara Timur. Dalam tahap pertama, sebanyak 20 juta bibit pohon telah di siapkan untuk di tanam di lereng-lereng bukit, bantaran sungai, dan kawasan hulu sungai yang rawan erosi. Bibit-bibit ini berasal dari persemaian milik pemerintah dan swasta yang tersebar di seluruh provinsi.
Presiden Republik Indonesia dalam pidatonya saat peluncuran program ini menegaskan bahwa pelestarian lingkungan tidak bisa di tunda lagi. “Kita sedang menghadapi krisis lingkungan yang nyata. Penanaman pohon adalah langkah nyata, sederhana, tapi berdampak besar dalam jangka panjang,” tegas Presiden di hadapan para pejabat pemerintah dan relawan lingkungan di Kabupaten Garut, Jawa Barat. Presiden juga menyerukan agar gerakan ini tidak berhenti sebagai seremoni, tetapi terus berjalan sebagai kebiasaan nasional.
Pemerintah juga menggandeng sejumlah perusahaan melalui skema tanggung jawab sosial (CSR) untuk mendukung pendanaan dan logistik penanaman. Beberapa perusahaan besar nasional bahkan telah menyatakan komitmennya untuk mendukung hingga jutaan bibit pohon serta menyediakan teknologi pemantauan berbasis satelit. Dukungan dari lembaga internasional seperti UNDP dan World Bank juga di galang untuk membiayai program ini melalui skema Green Climate Fund.
Penanaman 100 Juta Pohon ini menjadi salah satu pilar utama dalam strategi nasional pengurangan risiko bencana dan upaya menuju netralitas karbon pada tahun 2060. Dengan keberlanjutan yang di rancang secara matang, pemerintah berharap bahwa gerakan ini dapat mengubah pola pikir masyarakat dari eksploitatif menjadi konservatif terhadap alam.
Kawasan Prioritas Dan Jenis Pohon Yang Ditanam pada kawasan-kawasan yang selama ini menjadi langganan bencana seperti tanah longsor, banjir bandang, dan kekeringan. Lokasi yang di prioritaskan meliputi daerah hulu sungai, perbukitan terjal, dan wilayah pesisir yang mengalami abrasi. Kawasan-kawasan tersebut di pilih berdasarkan pemetaan risiko bencana yang di lakukan oleh BNPB dan Badan Informasi Geospasial (BIG) dengan dukungan teknologi satelit dan citra drone.
Beberapa wilayah prioritas yang tercakup antara lain Kabupaten Banjarnegara, Sumedang, Agam, Pidie, Kupang, Luwu Utara, dan wilayah pesisir di Pulau Lombok dan Pulau Flores. Di setiap lokasi, tim ahli lingkungan dan kehutanan di turunkan untuk menyesuaikan jenis pohon yang di tanam dengan kondisi tanah, iklim, dan kebutuhan konservasi setempat. Setiap spesies pohon di teliti daya tahan dan nilai ekosistemnya untuk menjamin keberlangsungan.
Jenis pohon yang di tanam terdiri dari pohon endemik, pohon penahan air, dan pohon bernilai ekonomi. Contohnya antara lain trembesi, mahoni, aren, bambu, dan jati lokal. Di wilayah pesisir, jenis mangrove dan cemara laut menjadi pilihan utama. Pemilihan spesies di lakukan agar pohon yang di tanam dapat hidup dalam jangka panjang, memberikan manfaat ekologi, sekaligus mendorong ekonomi masyarakat.
Selain pohon-pohon besar, program ini juga menanam semak pelindung dan tanaman penutup tanah yang berfungsi mencegah erosi dan menjaga kelembaban tanah. Strategi penanaman di lakukan dengan teknik agroforestri untuk memungkinkan masyarakat memanfaatkan hasil hutan non-kayu seperti buah, getah, dan hasil daun. Hal ini juga akan mendukung kemandirian pangan lokal dalam jangka panjang.
Para petani lokal juga di libatkan dalam penyemaian bibit, yang memberikan dampak ekonomi langsung berupa penciptaan lapangan kerja. Setiap kelompok tani hutan di beri pelatihan teknis dan pendampingan oleh petugas lapangan dari Dinas Kehutanan dan LSM lingkungan. Melalui pendekatan ini, di harapkan penanaman tidak sekadar simbolis, melainkan berkelanjutan dan berdampak nyata.
Partisipasi Publik Dan Peran Komunitas Lokal dari program penanaman 100 juta pohon ini terletak pada partisipasi publik yang luas. Pemerintah mendorong keterlibatan komunitas lokal, pelajar, mahasiswa, dan organisasi kemasyarakatan dalam seluruh tahapan kegiatan, mulai dari penyuluhan, penanaman, hingga pemeliharaan pohon. Inisiatif ini di gerakkan dengan semangat gotong royong dan kepedulian terhadap lingkungan hidup.
Kegiatan edukasi lingkungan di gencarkan di sekolah-sekolah dan kampus melalui program “Satu Pelajar Satu Pohon” yang mewajibkan setiap siswa dan mahasiswa menanam dan merawat satu pohon selama setahun. Sekolah dan kampus di beri penghargaan khusus jika berhasil menunjukkan keberhasilan tinggi dalam perawatan tanaman. Hal ini di yakini membentuk generasi muda yang sadar ekologi dan bertanggung jawab sosial.
Komunitas pecinta alam, karang taruna, dan kelompok tani hutan juga memainkan peran penting dalam mengorganisir kegiatan di lapangan. Mereka di libatkan dalam perencanaan lokasi penanaman, pembagian bibit, serta pemantauan harian terhadap kondisi pohon. Di beberapa daerah, komunitas lokal bahkan membentuk tim patroli hutan yang bertugas menjaga pohon-pohon baru dari risiko perusakan dan kebakaran. Mereka juga aktif mengedukasi warga tentang bahaya perambahan hutan.
Teknologi juga di manfaatkan untuk meningkatkan partisipasi publik. Aplikasi berbasis peta digital memungkinkan masyarakat melaporkan perkembangan pohon, memberi peringatan dini jika terjadi gangguan, serta mendapatkan insentif non-tunai dalam bentuk poin hijau yang bisa di tukar dengan fasilitas publik seperti transportasi ramah lingkungan atau diskon pembelian produk lokal. Hal ini menciptakan ekosistem partisipatif yang inovatif.
Peran tokoh agama dan budaya juga penting dalam menyampaikan pesan pelestarian lingkungan. Di banyak tempat, khotbah di masjid, gereja, dan pura di sisipkan pesan tentang tanggung jawab moral menjaga alam. Kearifan lokal, seperti filosofi hidup masyarakat adat yang memuliakan alam, kembali diangkat sebagai panduan etika pelestarian lingkungan. Upacara adat untuk memohon restu penanaman di lakukan sebagai bentuk penghormatan terhadap tanah dan leluhur.
Tantangan Dan Harapan Masa Depan, program penanaman 100 juta pohon ini bukan tanpa tantangan. Salah satu kendala utama adalah perawatan dan pemantauan jangka panjang terhadap pohon-pohon yang telah ditanam. Berdasarkan pengalaman program sebelumnya, sekitar 30-40% bibit pohon tidak bertahan hidup karena kekeringan, hama, atau kurangnya pemeliharaan. Pengawasan yang tidak konsisten menjadi hambatan besar.
Untuk mengatasi hal ini, pemerintah telah mengembangkan sistem pemantauan digital berbasis satelit dan sensor tanah yang terintegrasi dengan aplikasi seluler. Teknologi ini memungkinkan identifikasi dini terhadap masalah seperti kekeringan, pencemaran, atau aktivitas ilegal. Di sisi lain, pelibatan masyarakat dalam pemeliharaan jangka panjang juga di perkuat. Dengan pemberian insentif dan sistem penghargaan berbasis kinerja komunitas.
Tantangan lainnya adalah konsistensi pendanaan. Meski telah di dukung oleh anggaran negara dan swasta, program ini memerlukan keberlanjutan dana. Hingga lima tahun ke depan agar semua pohon dapat tumbuh dengan optimal. Oleh karena itu, pemerintah mendorong terbentuknya dana konservasi daerah. Yang bisa di manfaatkan secara fleksibel oleh pemerintah daerah dan komunitas lokal.
Harapan besar dari program ini bukan hanya menciptakan benteng alami yang melindungi wilayah. Dari bencana, tetapi juga mendorong perubahan perilaku masyarakat terhadap lingkungan. Generasi muda diharapkan tumbuh dengan kesadaran kuat untuk mencintai dan menjaga alam. Dalam jangka panjang, Indonesia di harapkan dapat menurunkan emisi karbon secara signifikan, memperkuat ketahanan ekosistem, dan memperluas ruang hijau nasional.
Dengan komitmen bersama, kolaborasi lintas sektor, dan dukungan masyarakat, program penanaman 100 juta pohon. Di kawasan rawan bencana menjadi langkah penting menuju masa depan yang lebih hijau, aman, dan berkelanjutan. Indonesia kini di harapkan menjadi contoh global dalam pelestarian lingkungan berbasis komunitas dan aksi nyata dari Penanaman 100 Juta Pohon.