

Laporan Jenderal TNI Terhadap Ferry Irwandi Terhambat Soal Permasalahan Kisruh Mengenai Beberapa Komentarnya. Halo, para pembaca setia! Dalam dunia hukum dan militer. Tentu setiap langkah memiliki aturan ketat yang harus di ikuti. Ketika seorang perwira tinggi berhadapan dengan masalah hukum. Dan juga publik tentu menaruh perhatian besar. Belakangan ini, Laporan Jenderal TNI menjadi sorotan hangat. Awalnya, langkah hukum ini di perkirakan akan berjalan mulus. Namun, di tengah jalan, rencana tersebut justru menemui hambatan tak terduga. Sebuah aturan yang berlaku menjadi penghalang. Kemudian juga membuat proses pelaporan menjadi terhambat dan menimbulkan tanda tanya besar. Apakah aturan tersebut sengaja di buat untuk melindungi pihak tertentu? Atau memang ada celah hukum yang membuat kasus ini menjadi rumit? Kita akan mengupas tuntas mengapa hal tersebut bisa terhambat. Serta juga apa implikasinya terhadap kasus yang melibatkan Ferry Irwandi. Mari kita telusuri lebih dalam!
Mengenai ulasan tentang Laporan Jenderal TNI terhadap Ferry Irwandi terhambat telah di lansir sebelumnya oleh kompas.com.
Rencana Pelaporan Oleh TNI
Hal ini yang berawal ketika Komandan Satuan Siber TNI, Brigjen Juinta Omboh Sembiring. Terlebihnya yang bersama beberapa pejabat tinggi militer mendatangi Polda Metro Jaya pada 8 September 2025. Kedatangan itu bukan untuk langsung membuat laporan resmi. Namun melainkan untuk berkonsultasi mengenai dugaan tindak pidana pencemaran nama baik. Serta yang di anggap dilakukan Ferry Irwandi, pendiri Malaka Project. Dugaan tersebut disebut muncul dari hasil patroli siber yang dilakukan TNI. Meskipun detail mengenai pernyataan atau perbuatan yang di anggap mencemarkan nama baik tidak di ungkap secara jelas. Dalam prosesnya, pihak mereka mengaku telah mencoba menghubungi Ferry untuk klarifikasi. Namun tidak berhasil. Klaim ini di bantah oleh Ferry, yang menegaskan nomor teleponnya tidak berubah. Kemudian dirinya tetap berada di Jakarta. Ia menyatakan siap menghadapi proses hukum. Dan juga menekankan bahwa ide maupun gagasan tidak bisa di penjara.
Kemudian juga masih membahas Laporan Jenderal TNI Terhadap Ferry Irwandi Terhambat Dengan Persoalannya. Dan fakta lainnya adalah:
Consultasi Terkait Dugaan Tindak Pidana
Hal ini bermula ketika Komandan Satuan Siber TNI, Brigjen Juinta Omboh Sembiring. Dan juga mendatangi Polda Metro Jaya pada 8 September 2025. Serta kedatangannya tidak langsung bertujuan membuat laporan resmi. Namun melainkan untuk berkonsultasi dengan penyidik mengenai temuan hasil patroli siber. Tentunya yang disebut memuat dugaan tindak pidana yang dilakukan oleh Ferry. Brigjen Juinta menyampaikan bahwa pihaknya menemukan sejumlah fakta di dunia maya. Maka yang di anggap mengandung unsur pencemaran nama baik terhadap TNI. Meski begitu, detail terkait pernyataan atau konten apa yang di nilai sebagai pelanggaran. Serta tidak d ijabarkan secara terbuka, karena menurutnya, kewenangan untuk menilai ada. Ataupun tidaknya tindak pidana tetap berada di tangan penyidik kepolisian. Dalam konsultasi tersebut, pihak TNI menjelaskan bahwa langkah ini dilakukan sebagai bagian dari prosedur pengawasan ruang siber.
Mereka ingin meminta pandangan polisi apakah temuan itu dapat di lanjutkan menjadi laporan resmi atau tidak. Namun, sejak awal, polisi menegaskan adanya batasan hukum yang berlaku. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 105/PUU-XXII/2024 sudah menetapkan. Terlebihnya bahwa laporan pencemaran nama baik hanya bisa d iajukan oleh individu perseorangan. Namun bukan oleh institusi, lembaga, atau korporasi. Dengan begitu, meskipun TNI menganggap ada pelanggaran yang menyerang nama baik institusinya. Serta yang secara hukum mereka tidak dapat bertindak sebagai pelapor. Hasil konsultasi tersebut pada akhirnya menegaskan bahwa TNI tidak bisa memproses rencana laporan itu melalui jalur pidana. Tentunya dengan status sebagai institusi. Pihak kepolisian hanya bisa menerima laporan apabila ada individu tertentu dalam tubuh TNI yang merasa di rugikan secara pribadi. Namun bukan atas nama institusi. Situasi ini juga membuat langkah yang di bawa TNI melalui Satuan Siber terbentur aturan.
Selain itu, masih membahas Jenderal TNI ‘Buntung’, Tak Bisa Laporkan Ferry Irwandi. Dan fakta lainnya adalah:
Hambatan Konstitusional: Laporan Institusi Dilarang
Hal ini dalam rencana pelaporan TNI terhadap Ferry Irwandi berakar dari putusan Mahkamah Konstitusi. Terlebihnya yang mempertegas batasan siapa saja yang berhak mengajukan laporan dalam kasus pencemaran nama baik. Dalam putusan MK Nomor 105/PUU-XXII/2024, Mahkamah menafsirkan ulang frasa “orang lain” yang tercantum. Tentunya dalam Pasal 27A juncto Pasal 45 ayat (4) Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). MK menegaskan bahwa frasa tersebut hanya merujuk pada individu perseorangan. Sehingga laporan pencemaran nama baik hanya bisa di ajukan oleh orang. Serta yang secara langsung merasa di hina, di fitnah, atau di serang kehormatannya. Konsekuensinya, lembaga, institusi negara, korporasi. Ataupun kelompok masyarakat tidak dapat menggunakan pasal tersebut untuk melaporkan pihak lain. Hal ini termasuk TNI sebagai institusi. Dengan kata lain, meskipun TNI merasa nama baik kelembagaannya di serang. Namun ia tidak memiliki kedudukan hukum untuk menjadi pelapor.
Mekanisme hukum hanya memperbolehkan individu. Misalnya seorang prajurit atau pejabat tertentu yang merasa pribadinya di rugikan. Tentunya untuk mengajukan laporan tersebut. Hambatan konstitusional ini sangat krusial karena langsung memutus langkah TNI di Polda Metro Jaya. Polisi menjelaskan bahwa mereka tidak bisa menerima laporan pencemaran nama baik yang di ajukan atas nama institusi TNI. Maka sebab hal itu bertentangan dengan tafsir konstitusional yang sudah final dan yang mengikat. Dengan demikian, konsultasi yang dilakukan Dansatsiber TNI. Terlebihnya bersama jajarannya tidak bisa berkembang menjadi laporan resmi. Keputusan MK ini juga sekaligus menjadi bentuk perlindungan terhadap kebebasan berpendapat di ruang publik. Jika institusi di perbolehkan melaporkan pencemaran nama baik. Serta di khawatirkan kekuasaan lembaga negara atau korporasi besar bisa di gunakan untuk membungkam kritik masyarakat. Oleh karena itu, dengan adanya pembatasan tersebut.
Selanjutnya juga masih membahas Jenderal TNI ‘Buntung’, Tak Bisa Laporkan Ferry Irwandi Karena Tak Begitu Jelas Permasalahannya. Dan fakta lainnya adalah:
Reaksi Ferry Irwandi
Hal inimemperlihatkan sikap terbuka dan tegas dalam menanggapi tuduhan yang di arahkan kepadanya. Ferry, yang di kenal sebagai pendiri Malaka Project. Serta yang langsung membantah anggapan bahwa sosoknya sulit di hubungi atau berusaha menghindar dari proses hukum. Ia menegaskan bahwa nomor teleponnya tidak pernah berubah, masih aktif. Dan bahkan mudah di temukan karena sudah tersebar luas di berbagai pihak. Pernyataan ini menjadi bantahan langsung terhadap klaim TNI yang menyebut upaya menghubunginya tidak berhasil. Selain membantah, Ferry juga menegaskan posisinya sebagai warga negara yang siap menghadapi segala konsekuensi hukum. Ia menolak anggapan bahwa dirinya bersembunyi. Ataupun melarikan dari tanggung jawab. Dengan kalimat tegas, ia menyatakan bahwa dirinya masih berada di Jakarta. Dan juga beraktivitas sebagaimana biasanya.
Serta tidak memiliki niat sedikit pun untuk lari dari persoalan hukum yang kini berkembang. Lebih jauh, Ferry menekankan pandangannya bahwa persoalan ide atau gagasan tidak bisa di penjarakan. Menurutnya, kritik, pemikiran, maupun wacana yang ia sampaikan seharusnya di pandang sebagai bagian. Tentunya dari kebebasan berekspresi dalam demokrasi. Sikap ini menggambarkan keyakinannya bahwa perbedaan pendapat. Ataupun kritik terhadap lembaga negara tidak selayaknya di proses sebagai tindak pidana. Namun melainkan sebagai bagian dari dinamika masyarakat yang sehat. Pernyataan Ferry sekaligus menjadi bentuk perlawanan terhadap stigma bahwa dirinya melakukan tindak pidana di ranah digital. Ia ingin menunjukkan bahwa dirinya tidak anti terhadap proses hukum. Akan tetapi pada saat yang sama ia menolak jika kebebasan berpikir. Dan berekspresi di batasi oleh cara-cara yang bersifat represif.
Jadi itu dia beberapa fakta mengenai Ferry Irwandi yang terhambat terkait Laporan Jenderal TNI.